BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah
Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (1869), berasal dari bahasa Yunani,
yaitu: Oikos = Tempat Tinggal (rumah) Logos = Ilmu, telaah. Oleh karena itu
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan sesamanya dan dengan lingkungnya. Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi
adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia
sebagai bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem
ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan densitas organisme,
biomassa, penyebaran materi (unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan
kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut.
Fungsi ekosistem
menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara keseluruhan antar
komponen dalam sistem. Ini jelas membuktikan bahwa ekologi merupakan cabang
ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya, serta dengan semua komponen yang ada di
sekitarnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan
berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik
antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor
biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan
mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi
makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling
mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekologi, biologi
dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang
menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang
menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh
adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup
dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik
(habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling
membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan
abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek
kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya
mendapatkan energy bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan,
pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan.
Sumber energy primer bagi ekosistem
adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh
organisme tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya
digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya
energy. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam
tubuhnya dan menjadi sumber bahan organic bagi organisme lain yang heterotrof.
Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energy dari lingkungan disebut
produsen.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari produktifitas.
2. Untuk
mengetahui ekosistem yang mempunyai produktifitas tinggi
3. Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi produktifitas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Produktivitas
Produktivitas
merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem.
Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Produktivitas primer adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi.
- Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen.
Produksi
bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam
ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan
energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy
yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme.
Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
2.2 Ekosistem yang mempunyai Produktifitas
Tinggi
Ekosistem yang
paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi yang intensif
terhadap ekosisitem lainnya (adanya masukan). Misalnya estuaria, rawa dan koral
dan kesemuanya, mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya. Sistem
setengah tertutup dengan siklus nutrisi yang mandiri umumnya kurang produktif. Berikut ini ekosistem yang
mempunyai produktifitas tinggi yaitu :
- Ekosistem estuari
Estuari
(muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari
oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Ekosistem estuari memiliki
produktivitas yang tinggi dan kaya akan nutrisi. Komunitas tumbuhan yang hidup
di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
- Ekosistem terumbu karang
Ekosistem
ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat
tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa
organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara
karang
dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Kehadiran terumbu karang di dekat
pantai membuat pantai memiliki pasir putih.
Terumbu
karang merupakan ekosistem yang khas dan terdapat di daerah tropis. Ekosistem
ini mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dan tempat berkumpulnya
beraneka ragam jenis-jenis ikan karang, udang, alga, teripang, karang, mutiara
dan sebagainya.
Terumbu
karang selain berfungsi sebagai tempat kehidupan ikan yang produktif juga
merupakan pelindung fisik yang penting bagi keutuhan pantai. Apabila terumbu
karang rusak, akibatnya pantai akan torus terkikis oleh pukulan ombak, bahkan
pulau karang kecil dapat hilang tenggelam seperti yang terjadi di Pulau Ubi di
Teluk Jakarta.
Terumbu
karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan
sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan, dan umumnya tumbuh di
daerah tropis, serta mempunyai produktivitas primer yang tinggi (10 kg
C/m2/tahun). Tingginya produktivitas primer di daerah terumbu karang ini
menyebabkan terjadinya pengumpulan hewan-hewan yang beranekaragam seperti;
ikan, udang, mollusca, dan lainnya. Dari hasil inventarisasi yang dilakukan
ditemukan kelompok karang hard coral dengan berbagai tipe yaitu : branching,
tabulate, sub massif, dan lainnya. Jenis ikan karang ditemukan sekitar 26
famili diantaranya famili Chaetodontidae, Pomacentridae dan Labridae.
Aktivitas
manusia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya terumbu karang sering tumpang
tindih dan bahkan banyak diantara aktivitas tersebut menyebabkan kerusakan
terumbu karang. Pembukaan hutan mangrove sering menyebabkan penggelontoran
sedimen yang tinggi ke perairan karang, lalu lintas kapal diatas perairan
karang dapat menyebabkan smashing karang, demikian pula aktivitas pariwisata
sering menimbulkan dampak terhadap kehidupan karang. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka dikhawatirkan ekosistem terumbu karang akan musnah.
- Ekosistem lamun
Padang lamun merupakan ekosistem perairan dangkal
yang kompleks, memiliki produktivitas hayati yang tinggi, dan merupakan
sumberdaya laut yang penting baik secara ekologis maupuin secara ekonomis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan potensi ekosistem padang
lamun di Pulau Barrang Lompo, serta mengkaji hubungan antara fenomena pasang
surut menurut siklus bulan dengan kelimpahan dan jumlah jenis juvenil fauna
nekton yang berasosiasi didalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penutupan lamun yang tinggi tidak memberikan kelimpahan dan jumlah jenis
juvenil ikan yang tinngi, dan ternyata pada saat bulan gelap kelimpahan juvenil
ikan lebih tinggi dari pada saat bulan terang. Berdasarkan jenis-jenis juvenil
ikan yang ditemukan ternyata padang lamun memiliki potensi yang besar sebagai
daerah asuban berbagi jenis juvenil ikan ekonomis penting diantaranya ikan
kerapu, beronang, ikan merah, ikam ekor kuning dan berbagai jenis udang putih.
Tanaman yang biasa disebut seagrass ini merupakan
tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup
terbenam di dalam laut. Karena kemampuan adaptasinya, tumbuhan ini mampu hidup
di lingkungan laut atau medium air asin. Disebut padang lamun, karena ia tumbuh
dalam satu kawasan luas, yang jika dilihat mirip dengan bentangan padang rumput
di darat.Tanaman lamun bisa hidup normal dalam keadaan terbenam, dan mempunyai
sistem perakaran jangkar (rhizoma) yang berkembang baik. Mengingat pada
dasarnya tak berbeda dengan tanaman darat, maka lamun punya keunikan yaitu
memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Semuanya
dilakukan dalam keadaan terbenam di perairan laut. Hal inilah yang menjadi
perbedaan nyata lamun dengan tumbuhan yang hidup terbenam di laut lainnya
seperti makro-alga atau rumput laut (seaweed).Untuk bisa hidup normal, akar
tanaman lamun cukup kuat menghujam ke dasar perairan tempat tumbuh. Akar ini
tidak berfungsi penting dalam pengambilan air –sebagaimana tanaman darat--
karena daun dapat menyerap nutrien (zat gizi) secara langsung dari dalam air
lat. Tudung akarnya dapat menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen.
Sementara itu, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung dalam kolom air,
lamun dilengkapi dengan rongga udara.
Di samping itu, padang lamun melindungi pantai dari
erosi dan abrasi serta menangkap sedimen yang dibawa oleh air laut, dan menjadi
pendaur zat hara. Tumbuhan lamun yang lebat berfungsi memperlambat gerakan air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga dapat mencegah erosi dan menjadi
penyaring limbah/ zat-zat pencemar yang berbahaya.
·
Ekosistem
Mangrove
Mangrove
merupakan suatu formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, lantai
hutannya tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan
dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi yang
spesifik yang keberlangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di
ekosistem daratan dan lautan. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem
yang mempunyai produktivitas yang tinggi yang memproduksi sumber makanan untuk
sebagian besar berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan berbagai biota perairan
pantai lainnya. Disamping itu dari segi perikanan, mangrove juga berperan
sebagai spawning dan nursery grounds. Kesemua fungsi mangrove tersebut tetap
ada selama vegetasi mangrove dapat dipertahankan keberadaannya. Keberlangsungan
fungsi ekosistem mangrove ditentukan oleh proses ekologi internal yang secara
signifikan dipengaruhi oleh proses eksternal sebagai berikut:
(1)
pasokan yang seimbang dari jumlah air tawar dan air laut,
(2)
suplai nutrien yang cukup, dan
(3)
kondisi substrat yang stabil.
Apabila
salah satu faktor eksternal ini terganggu, maka proses ekologis internal dari
ekosistem mangrove akan terganggu yang pada akhirnya mengakibatkan
kerusakan/hilangnya mangrove tersebut.
Hutan
angrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi
ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain: pelindung
garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),
tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai
pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil
keperluan rumah tangga dan penghasil keperluan industri. Sebagian manusia dalam
memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini
dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak,
pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk
berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem
mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi
dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu
keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto
(2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka
waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi
jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan
yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara
organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
Ø Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan,
maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada
hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan
produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan
hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak
langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam
mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu
dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung,
misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang
akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Ø Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy
primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam
produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan
fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini
berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran
cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih
panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial seperti
hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena
wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang
tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).
Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat
tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum
fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.
Ø Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem
terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar
dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas
terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan
oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem.
Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan
air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi
lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak
yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat
ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam
Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi
proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan
lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai
selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun
ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh
sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi
rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian
adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
Ø Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam
nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya
dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem
terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi
produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient
spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.
Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting
nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya
terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu
karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan
luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen
dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana
nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga
fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke
atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
Ø Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang
tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan
oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang
dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah
dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah
beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3
) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-)
dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen
selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi
ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah
sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan
membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat
dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan
berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber
pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan
maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan
senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas
penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).
Ø Herbivora
Menurut Barbour at al. (1987)
dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat
dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe
ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit
sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer
bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang
kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto
(2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara
menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia
tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Produktivitas merupakan laju
pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu: produktifitas primer dan produktifitas sekunder.
2. Ekosistem yang
paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi yang intensif
terhadap ekosisitem lainnya (adanya masukan). Misalnya estuaria, terumbu karang, mangrove, lamun dan kesemuanya,
mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya.
3. Produktivitas pada ekosistem
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Ø Suhu
Ø Cahaya
Ø Air, curah
hujan dan kelembaban
Ø Nutrien
Ø Tanah
Ø Herbivora
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim
1, 202. Pengelolaan ekosistem padang
lamun. http://nabilaarifannisa.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-ekosistem-padang-lamun.html
( diakses rabu, 24 oktober 2012 )
Anonim
2, 2012. Ekosistem padang lamun. http://yarjohan.blogspot.com/2012/04/kontribusi-padang-lamun-dalam.html
( diakses rabu, 24 oktober 2012 )
Anonim
3, 2012. Ekologi tumbuhaan produktivitas.
http://ozetos.blogspot.com/2012/05/ekologi-tumbuhan-produktivitas.html
( diakses rabu, 24 oktober 2012 )
Anonim
4, 2012. Makalah ekologi.
http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com/2012/09/contoh-makalah-tentang-ekologi.html
( diakses rabu, 24 oktober 2012 )